Bisnis, Jakarta – Pemerintah belum bisa memastikan perpanjangan kontrak delapan perusahaan pertambangan batubara atau PKP2B yang akan segera berakhir karena masih terganjal regulasi.

Masa berakhirnya delapan kontrak tersebut bervariasi, yaitu rentang 2019 – 2025.

Menteri energy dan sumber daya alaam (ESDM) Ignasius Jonan mengatakan bahwa pihaknya telah mengusulkan addendum atau perubahan atas revisi PP No. 23/2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara seajk pertengahan 2018. Hingga kini, revisi beleid itu belum mendapatkan persetujuan dari Presiden Joko Widodo.

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) juga memberikan rekomendasi bahwa addendum PP No.23/2010 wajib mengikuti UU No.4/2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara yang salah satunya membahas mengenai pengurangan wilayah tambang jika kontraknya diperpanjang.

Disisi lain, UU No.4/2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara masih dalam proses amandemen di DPR. Revisi PP itu belum selesai, amandemen PP No.23/2010 itu wajib mengacu pada UU Minerba. Wakil ketua Komisi VII Ridwan Hisjam mengatakan bahwa pembahasan amandemen UU No.4/2009 belum dapat dilakukan karena masih menunggu daftar inventarisir masalah (DIM) dari Pemerintah. “DIM sampai saat ini belum masuk ke Komisi VII, jadi kami minta segera masukan DIM (revisi UU No.4/2009)”.

Direktur Jenderal Mineral dan Batubara, Kementerian ESDM Bambang Gatot Ariyono mengatakan bahwa perpanjangan karya perusahaan pertambangan batubara yang akan segera berakhir harus dapat meningkatkan penerimaan Negara.

Melalui PKP2B eksis, proporsi penerimaaan Negara akan mencapai 67,88%. Sementara itu, dengan status izin usaha pertambangan khusus (IUPK) sesui regulassi dengan menggunakan system lelang, penerimaan negara turun menjadi 57,56%.

Dengan regulasi yang sudah ada tersebut, laba Perusahaan justru naik menjadi 42,44% dari sebelumnya 32,12%.

Menurutnya, perpanjangan PKP2B dapat dilakukan tanpa melalui lelang dengan syarat penerimaan Negara meningkat. Porsi penerimaan Negara IUPK perpanjangan tanpa lelang tersebut akan meningkatkan penerimaan Negara menajdi 79%. Laba perusahaaan diproyeksikan turun menjadi 21%.

Pemerintah sedang menyusun peraturan pemerintah untuk mengatur soal penerimaan Negara dari PKP2B. Beleid tersebut akan membahas mengenai perpanjangan kontrak dan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) dari PKP2B.

Berdasarkan draf PP tersebut, PKP2B Generasi I akan dikenakan dana hasil penjualan batubara (DHPB) 15%, Pajak bumi dan bangunan (PBB) mengikuti peraturan yang berlaku (prevailing), Pajak daerah bersifat prevailing, Pajak pertambahan nilai (PPN) prevailing 10%, PPh Badab prevailinmg 25%, dan laba setelah Pajak 10%.

PKP2B Generasi II dan III akan dikenakan DHPB 15% dan laba setelah Pajak 10%. Perbedaan mencolok dari regulasi penerimaan Negara IUPK ini adalah pada pengenaan royalty dan DHPB. Apabila sesuai regulasi yang sudah ada, IUPK akan dikenakan royalty 3% untuk batubara kalori rendah, 5% untuk kalori menengah, dan 7% kalori tinggi.

Penerimaan Negara menjadi turun pada perpanjangan kontrak karena dana hasil penjualan batubara dari PKP2B dikenakan sebesar 13,5%. Sementara, pada beleid baru, pemerintah mengubah DHPB ini menjadi 15%.

(Regulasi) yang kami ajukan, dimana dia (operasi tambang) bisa mempertahankan wilayah kerja dengan kenaikan penerimaan Negara.

Revisi PP No.23/2010 juga dilakukan untuk mengatur masa pengajuan perpanjangan kontrak. Sebelumnya, pengajuan perpanjangan dilakukan 2 tahun sebelum kontrak berakhir. Namun, dengan revisi PP No.23/2010, pengajuan perpanjangan dapat dilakukan 5 tahun sebelum kontrak berakhir. Perpanjangan bisa dilakukan apabila penerimaan Negara lebih baik dari PKP2B eksis.

TANITO BATAL

Sementara itu, Kementerian ESDM membatalkan perpanjangan kontrak perjanjian karya perusahaan pertambangan batubara (PKP2B) milik PT Tanito Harum karena ada rekomendasi dari Komisi Pemberantasan Korupsi.

KPK memberikan rekomendasi bahwa addendum PP No.23/2010 wajib mengikuti UU No.4/2009 yang salah satunya membahas mengenai limitasi wilayah apabila terjadi perpanjangan.

Di sisi lain, UU No.4/2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara sedang dalam pembahasan amandemen oleh DPR.

Akibat daripada itu (pembatalan perpanjangan), PKP2B atsa nama PT Tanito Harum tidak ada, memang kami terbitkan, tetapi kami batalkan atas permintaan KPK, karena amandemennya belum ada.

PT Tanito Harum merupakan salah satu dari kedelapan PKP2B yang habis masa kontraknya hingga 2025. Adapun PKP2B lainnya yang akan habis masa kontraknya, yakni PT Adaro Indonesia, PT Arutmin Indonesia, PT Berau Coal, PT Kaltim Prima Coal, PT Kideco Jaya Agung, PT Kendilo Coal Indonesia, dan PT Multi Harapan Utama.

KONTRAK TAMBANG BAATU BARA

Produsen batubara yang berstatus perjanjian karya pengusahaan pertambangan batubara (PKP2B) yang habis kontrak, tetapi tetap beroperasi setelah diperpanjang, statusnya akan berubah menjadi izin usaha pertambangan khusus (IUPK). Hal tersebut akan diatur dalam revisi keenam PP No.23/2010 tentagn Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara. Revisi PP tersebut belum terbit.

Beberapa kontrak PKP2B yang Telah & Akan Berakhir

Perusahaan

Habis Kontrak

PT Tanito Harum

PT Arutmin Indonesia

PT Kendilo Coal Indonesia

PT Kaltim Prima Coal

PT Multi Harapan Utama

PT Adaro Indonesia

PT Kideco Jaya Agung

PT Berau Coal

14 Januari 2019

01 November 2020

13 September 2021

31 Desember 2021

01 April 2022

1 Oktober 2022

13 Maret 2023

26 April 2025

N. Putu Eka Wiratmini

redaksi@bisnis.com 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *