Bisnis, JAKARTA – PT. Arpeni Pratama Ocean Line Tbk, tidak bisa lagi mengelak dari status pailit, setelah dikabulkan permohonan kasasi dari PT. Bank CIMB Niaga Tbk. oleh Mahkamah Agung RI. Permohonan kasasi tersebut diajukan oleh Bank CIMB Niaga sebagai kreditur, yang didasari atas kelalaian perusahaan berkode emiten APOL itu dalam membayar utang-utangnya kepada kreditur. Itu sebabnya, Bank CIMB Niaga mengajukan permohonan kasasi ke pengadilan tertinggi atas putusan perjanjian perdamaian pada 2011 lalu.
“Mengadili, mengabulkan permohonan kasasi, membatalkan putusan perdamaian Perkara No. 23/PKPU/2011 dan menyatakan termohon kasasi sebagai termohon terpalit dengan segala akibat hukumnya,” kata Syamsul Ma’arif sebagai ketua majelis yang didampingi oleh I Gusti Agung Sumantha dan Sudrajad Dimyanti dalam amar putusan yang dikutip Rabu (13/11). Putusan perkara No. 718/K/Pdt.Sus/2019 itu dibicarakan majelis hakim pada 10 September 2019 dan telah terlampir di laman pengaduan MA pada 1 November 2019.
Setelah diputuskan pailit, majelis hakim memerintahkan Ketua Pengadilan Niaga Jakarta Pusat menunjuk seorang hakim pengawas dan mengangkat kurator untuk mengawasi pengurusan dan pemberesan harta termohon kasasi. Adapun kurator yang diangkat adalah Harvady M. Iqbal, Vychung Chongson, dan Sarnauli Simangungsong.
Pertimbangan hakim mengabulkan permohonan kasasi dari Bank CIMB Niaga setelah meneliti memori kasasi bahwa termohon tidak dapat membuktikan bahwa perdamaian yang telah dihomologasi memenuhi kewajiban Pasal 170 UU No. 37/2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang. “Termohon sebagai debitur wajib membayar utangnya kepada pemohon sesuai skema pembayaran yang diatur dalam perjanjian perdamaian pada 1 November 2011, terdiri dari utang pokok dan bunga dalam bentuk uang. Utang dibayarkan dalam konversi menjadi saham tidak sah,” kata hakim. Sementara itu, Kuasa Hukum PT. Aperni Pratama Ocean Line Tbk. Randy Ozora Siregar enggan berkomentar ketika dimintai konfirmasi terkait dengan putusan tersebut. “Belum bisa, nanti saja ya,” kata Randy.
BERMULA DARI PKPU
Putusan kasasi pembatalan homologasi perdamaian tersebut bermula ketika APOL dibelenggu PKPU pada 2011 dengan perkara No. 23/PKPU/2011/PN.Niaga.Jkt.Pst. Selama masa PKPU tersebut, APOL berhasil lolos dari PKPU dan terjadi perjanjian perdamaian pada 1 November 2011. Dalam perjanjian perdamaian tersebut, APOL sanggup melunasi utang selang 4 tahun kemudian setelah masa grace period berakhir atau mulai mencicil pembayaran pada 2015 untuk kreditur konkuren Rp1,20 triliun dan kepada kreditur separatis senilai Rp436,61 miliar dan US$170,22 juta.
Berdasarkan catatan Bisnis, kendati sudah berdamai tetap saja APOL belum menyelesaikan utang-utangnya kepada para kreditur sesuai dengan isi perjanjian perdamaian. Sejak 2015 hingga 2019 APOL juga dimohonkan pembatalan perdamaian oleh krediturnya berkali-kali. Pada 2015, PT. Asuransi Central Asia tetapi tidak bisa terbayarkan. Semestinya, APOL terakhir membayar cicilan pokok pada 24 Desember 2015. Namun, pembayaran cicilan bunga sudah jatuh tempo sejak 30 Maret 2015.
Asuransi Central Asia mempunyai piutang saat mengajukan permohonan waktu itu senilai US$2,99 juta dan bunga US$102,362. Dalam perjalanan waktu, permohonan pembatalan perdamaian tersebut ditolak oleh majelis hakim PN Jakarta Pusat.
AKUI KESALAHAN
Dalam jawabannya, ketika APOL menyatakan mengakui adanya kesulitan pembayaran dan memohon kepada para kreditur tidak melakukan upaya hukum apapun. Perubahan sejumlah regulasi pertambangan batu bara menjadi penyebab utama kesulitan tersebut. Selanjutnya, 4 tahun kemudian tepatnya 18 Maret 2019, permohonan pembatalan perdamaian diajukan lagi oleh Bank CIMB Niaga terhadap APOL.
Lagi-lagi APOL lolos dari pailit menyusul permohonan pembatalan perdamaian dengan perkara No. 4/Pdt.Sus.Pembatalan Perdamaian/2019/PN.Niaga.JktPst dari Bank CIMB Niaga ditolak oleh majelis hakim. Penolakan tersebut yang membuat Bank CIMB Niaga mengajukan permohonan kasasi pada 10 Juni 2019 untuk membatalkan putusan permohonan pembatalan perdamaian tersebut putusan perdamaian pada 2011 lalu. Kasasi tersebut dikabulkan oleh MA.
Yanuarius Viodeogo
Sumber: Bisnis Indonesia, 14 November 2019