FUKUOKA, SABTU – Amerika Serikat keberatan dengan usulan mekanisme baru untuk memajaki perusahaan berbasis teknologi. Sementara 19 negara lain setuju dengan mekanisme yang dinilai lebih proporsional tersebut.

 “Pertumbuhan (pendapatan perusahaan teknologi) terus berlipat, tetapi kita tidak merasakannya, baik dalam pertumbuhan produk domestik bruto (PDB) maupun pendapatan pajak,” kata Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dalam rapat para pejabat keuangan dan moneter G-20, Sabtu (8/6/2019), di Fukuoka, Jepang.

 Perusahaan-perusahaan berbasis teknologi, seperti Google atau Facebook, bertahun-tahun menyiasati pajak. Mereka membuka kantor di banyak negara dan mengirimkan pendapatannya ke sejumlah negara suaka pajak. Cara itu membuat mereka membayar pajak amat rendah di negara-negara tempat mereka beroperasi dan meraup keuntungan besar.

 Mayoritas anggota G-20, organisasi yang terdiri dari negara-negara pengendali 85 persen perekonomian global, sepakat harus ada perubahan mekanisme pajak global untuk fenomena itu. Para menteri keuangan negara G-20 ingin memaksa perusahaan berbasis teknologi membayar pajak lebih proporsional.

 Namun, sampai sekarang belum ada mekanisme yang benar-benar disepakati. AS, salah satu kekuatan ekonomi terbesar di G-20, juga keberatan dengan mekanisme perpajakan baru itu. “Saya harus menyatakan, AS punya keprihatinan besar pada dua (konsep) perpajakan yang diusulkan Inggris dan Perancis,” kata Menteri Keuangan AS steven Mnuchin.

 “Meski tidak suka, saya sangat mengapresiasi dorongan pada masalah ini. Kita tidak berupaya mengubah seluruh aturan perpajakan. Namun, kita perlu melihat keseimbangan antara apa yang menjadi isu di (ranah) digital dan mungkin bagaimana lingkungan baru ini berdampak pada perusahaan nondigital,”tuturnya.

Dua Pilar

 Selain keberatan AS, kini para pejabat keuangan G-20 juga berdebat soal cara pemungutan pajak perusahaan berbasis teknologi. Ada dua pendekatan utama. Pertama, dengan membagi kewenangan pemajakan kepada otoritas di lokasi penjualan. Pendekatan itu tidak membutuhkan kehadiran perusahaan secara fisik di lokasi penjualan atau memperoleh pendapatan. Kedua, negara-negara menyepakati tarif pajak minimum global. Tarif itu dipakai untuk menagih pajaknya kepada otoritas wilayah suaka pajak tempat perusahaan teknologi mengalirkan pendapatan globalnya.

 Sekretaris Jenderal Organisasi untuk Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi (OE-CD) Angel Gurria mengatakan, ada fenomena mematikan pada mekanisme sekarang, negara-negara berlomba menawarkan pajak rendah demi menarik investasi. (AFP/REUTERS/RAZ)  

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *