JAKARTA – Keberadaan Pengadilan Pajak yang bernaung dibawah Kementerian Keuangan dinilai berpotensi mengganggu independensi lembaga peradilan itu.
Joyada Siallagan, Presiden Ikatan Kuasa Hukum dan Advokat Pajak Indonesia (IKHAPI) mengatakan bahwa pihaknya menyoroti keberadaan lembaga peradilan itu yang bernaung dibawah Kementerian Keuangan, tetapi berada dalam pengawasan Mahkamah Agung (MA).
“Persoalan kelembagaan ini, menurut kami, menimbulkan dilema karena hakim-hakim yang mantan orang Ditjen Pajak dan Bea Cukai masih digaji oleh Kementerian Keuangan. Namun, di satu sisi berada di bawah pengawasan MA. Kami melihat tidak ada independensinya, padahal wajib pajak kan meminta perlindungan hukum ke pengadilan pajak,”ujarnya seusai beraudiensi dengan pimpinan Pengadilan Pajak, Rabu(30/1).
Dengan demikian, lanjutnya, IKHAPI menyarankan agar format kelembagaan Pengadilan Pajak ditinjau oleh legislatif dan pemerintah, sehingga tercipta suatu peradilan yang mandiri dan independen, sembari berharap agar para hakim tetap menjaga asas imparsial.
Terkait dengan upaya independensi, menurutnya, komposisi para hakim pun mesti diatur agar bisa membuka kesempatan kepada pihak di luar karyawan Ditjen Pajak dan Bea Cukai untuk menjadi hakim pajak.
Selain itu, para hakim juga harus ada yang berlatar belakang hukum ketimbang saat ini yang semuanya berlatar belakang pendidikan administrasi perpajakan.
“Harusnya hakim paham hukum. Alangkah baiknya perlu ada tambahan praktisi pajak dari masyarakat sehingga tidak hanya melulu dari orang DJP atau DJBC,”tambahnya.
Persoalan komposisi hakim serta kapabilitas hakim juga disorot oleh Direktur Eksekutif Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Yustinus Prastowo. Dia mengaku kaget ketika proses seleksi hakim, beberapa nama yang berasal dari luar instansi pemerintahan dinyatakan tidak lolos.
“Padahal kehadiran hakim dari luar instansi pemerintah sangat baik untuk memperkuat diskursus internal pengadilan pajak,”tuturnya.
Dia mengatakan bahwa saat ini Pengadilan Pajak tengah menjadi sorotan publik karena dinilai terjadi penurunan kualitas hakim pajak, baik dari sisi kompetensi perpajakan maupun kebijaksanaan dalam menelaah suatu perkara perpajakan.
KREDIBILITAS
Menurutnya, jika Pengadilan Pajak hanya bermaterikan para hakim yang berasal dari instansi pemerintah sama seperti tahun-tahun sebelumnya, maka kredibilitas pengadilan sebagai pintu pencari keadilan berpotensi menurun.
“Artinya, ada beberapa kelemahan yang berpotensi menurunkan kredibilitas dan kepercayaan terhadap lembaga peradilan pajak. Pengadilan pajak gagal menjadi pintu terakhir pencari keadilan. Argumen dan penjelasannya dalam memutus perkara saya nilai buruk,” tambahnya.
Salah satu bukti menurunnya kredibilitas pengadilan pajak, menurutnya, dapat dilihat pada vonis pajak Freeport Indonesia vs Pemerintah Provinsi Papua dan perkara pajak air permukaan serta perkara Newmont Nusa Tenggara, yang kini telah berganti nama menjadi PT Amman Mineral Nusa Tenggara, berhadapan dengan Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) dalam perkara pajak kendaraan alat berat.
Dalam dua perkara tersebut, Pengadilan Pajak memvonis kedua entitas itu harus membayar pajak-pajak tersebut. Namun, majelis hakim pada Mahkamah Agung dalam peninjauan kembali justru mementahkan putusan pengadilan pajak.
Alasannya, pemerintah daerah tidak berwenang memungut pajak-pajak itu karena menyalahi kontrak karya yang menyatakan bahwa pungutan, pajak, pembebanan dan bea yang dikenakan oleh pemerintah daerah telah disetujui oleh pemerintah pusat.
Kebijakan itu sesuai dengan undang-undang dan peraturan yang berlaku dengan tarif dan dihitung dengan sedemikian rupa sehingga tidak lebih berat dari undang-undang dan peraturan-peraturan yang berlaku.
Menurut Yustinus, terjadi ketidakkonsistenan proses peradilan dimana dua kasus dengan substansi yang sama mendapatkan putusan yang berbeda dari dua majelis hakim yang berbeda sehingga mencerminkan ketidakpastian hukum.
Pada kesempatan audiensi, Joyada juga mengutarakan bahwa permintaan agar Pengadilan Pajak mempercepat pengiriman salinan putusan sehingga segera dikaji secara akademik oleh para advokat guna menentukan langkah hukum selanjutnya, sudah berdasarkan dengan putusan tersebut. (M.G. Noviarizal Fernandez) .