Bisnis, JAKARTA – Pemerintah akan bersikap tegas untuk mencabut izin pinjam pakai kawasan hutan bagi perusahaan tambang yang tidak menerapkan kewajiban reklamasi pascatambang. Kegiatan pascatambang bisa dilihat dari analisis mengenai dampak lingkungan (amdal) yang dibuat perusahaan saat mengajukan izin usaha pertambangan (IUP).

Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Siti Nurbaya Bakar dan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral, Ignasius Jonan memperkuat sinergi pelaksanaan reklamasi melalui nota kesepahaman. “Kami sangat berharap kerja sama ini akan memunculkan komunikasi yang baik sehingga misalkan ada kewajiban-kewajiban mengurangi dampak lingkungan hidup itu tidak dilakukan, maka pelayanan terhadap kegiatan pertambangannya sendiri juga tidak dilayani, atau akan dihentikan. Ini kami berkomitmen, jadi tidak masalah,” katanya, Senin (29/4).

Jonan juga mengingatkan kewajiban rehabilitasi daerah aliran sungai (DAS) perlu dijalankan oleh para pemegang izin pinjam pakai kawasan hutan (IPPKH) karena pada dasarnya areal pertambangan mereka merupakan milik negara. “IPPKH kan lahan negara, lahan hutan, dan sebagainya. Nah, ini harus dikembalikan dengan sebaik-baiknya,” kata Jonan. Jumlah IUP turun signifikan menjadi 5.670 IUP di seluruh Indonesia pada tahun 2018 dibandingkan dengan tahun sebelumnya 8.588 IUP setelah melalui proses verifikasi oleh pemerintah pusat dan daerah.

Siti Nurbaya menilai bahwa kewajiban pelaksanaan reklamasi harus diawasi secara keseluruhan mulai dari pemerintah pusat hingga pemerintah daerah. Sebelumnya, Ida Bagus Putera Prathama, Dirjen Pengendalian Daerah Aliran Sungai dan Hutan Lindung KLHK menyampaikan, bahwa saat ini para pemegang izin pinjam pakai kawasan hutan yang sudah melaksanakan reklamasi dan rehabilitasi daerah aliran sungai masih kurang dari 10%. “Kurang dari 10% yang sudah bergerak melakukan reklamasi dan rehabilitasi DAS (Daerah Aliran Sungai),” kata Putera.

Menurut Buku Status Hutan dan kehutanan 2018, izin pinjam pakai kawasan hutan untuk pertambangan seluas 402.620 hektare (ha) dengan total izin diberikan kepada 588 perusahaan. Berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) No. 24/2010 jo PP No. 61/2012 jo. PP No. 105/2015 tentang Penggunaan Kawasan Hutan dan Peraturan Menteri LHK No. 27/2018 tentang Pedoman Pinjam Pakai Kawasan Hutan, dijelaskan bahwa pemegang IPPKH diwajibkan untuk melakukan reklamasi di areal konsesi. Selain itu pemegang izin harus melakukan rehablitasi DAS di luar areal IPPKH dan reboisasi pada lahan kompensasi yang ditunjuk oleh pemerintah (Lampung, Jawa, dan Bali).

Putera menjelaskan bahwa sampai Maret 2019 KLHK mencatat pemegang izin pinjam pakai kawasan hutan yang sudah melaksanakan reklamasi sebanyak 37,75% dengan total luas reklamasi sekitar 31.351 ha dari total luas lahan yang telah dibuka seluas 83.467 ha. Kemudian, pelaksanaan rehabilitasi DAS baru mencapai sekitar 50.827 ha (18,19%) dari total luas rehabilitasi DAS seluas 527.984 ha. Selanjutnya, pelaksanaan reboisasi lahan kompensasi baru mencapai 151,82 ha (1,39%) dari total lahan pinjam pakai kawasan hutan yang wajib melakukan reboisasi kompensasi seluas 10.789 ha.

REKLAMASI PASCATAMBANG

Ignasisus Jonan mengatakan bahwa saat ini telah banyak kritik dating dari masyarakat mengenai tingginya kerusakan lingkungan akibat tidak direalisasikan reklamasi pascatambang yang tidak dilakukan dengan baik. Padahal, reklamasi tambang merupakan kewajiban yang harus dilakukan perusahaan setelah melakukan penambangan sesuai dengan persetujuan analisis mengenai dampak lingkungan (AMDAL).

Menurutnya, Kementerian ESDM dengan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan melalui penandatangan kerja sama terkait dalam kegiatan pascatambang. Perjanjian tersebut akan memastinya perusahaan yang tidak melakukan reklamasi tambang tidak akan mendapat pelayanan kegiatan tambang. “Kalau reklamasi tambang ini tidak jalan, nanti jadi business as usual (bisin seperti Bahasa biasa. Ini yang saya pikir perlu diterapkan dengan ketat,”katanya. Dia melihat bahwa pemerintah daerah harus dilibatkan untuk mengatasi masalah lingkungan akibat kegiatan pertambangan.

Direktur Jendral Mineral dan Batubara Kementerian ESDM, Bambang Gatot Ariyono mengatakan bahwa masalah reklamasi tambang telah ditekankan ke setiap pengusahaan sejak lama. Hingga saat ini, sebagian besar perusahaan yang tidak melakukan reklamasi tambang datang dari pemlik izin usaha petambangan (IUP) yang dikeluarkan Pemerintah Daerah. Dia mengakui, pihaknya telah mengeluarkan daftar yang berisikan perusahaan yang telah melakukan reklamasi tambang dengan layak. Walaupun tidak memberikan jumlah pasti daftar perusahaan yang masuk dalam daftar putih, dia memastikan, semuanya merupakan perusahaan pemilik IUP yang dikeluarkan pemerintah pusat.” Yang jadi masalah IUP yang diterbitkan daerah.”

Menurutnya, hanya 40%-50% IUP daerah yang sudah dinyatakan tidak bermasalah atau clean and clear (CnC). Sisanya merupakan IUP Non-Cnc. Jonan menambahkan, dengan penerimaan negara bukan pajak (PNBP) mineral dan baru bara selama 2018 mencapai Rp50 triliun, seharusnya kegiatan pascatambang seperti reklamasi bisa direalisasikan. “Ini setahun nilai penerimaan, mestinya bisa kalau industri bisnisnya kecil sekali mungkin akan menjadi tantangan bayar.” Menurutnya, untuk pertambangan legal, bersama Kementerian Lingkungan, Jonan mengakui, yaitu masalah reklamasi tambang memang banyak terjadi pada pemilik IUP daerah.

Berdasarkan data Kementerian ESDM, selama 2018 ada sebanyak 5.670 IUP di seluruh Indonesia terdiri atas 90% perizinan telah berstatus clean and clear (CnC) sebanyak 90%. Sejak 2014, jumlah IUP mengalami penurunan. Pada 2014 ada sebanyak 10.643 IUP, IUP 2015 sebanyak 10.339 IUP, 2016 9.370 IUP, dan 2017 8.588 IUP. Dari jumlah tersebut yang telah berlisensi CnC pada 2018 sebanyak 5.131 IUP, sedangkan pada tahun 2017 sebanyak 6.390 IUP, pada tahun 6.370 ha serta pada 2014 6.000 IUP.

Nurs Faizah A.B.B. & N. Putu Eka Wiratmini

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *