Upaya penyelesaian asset PT Kertas Leces (Persero) kini berstatus pailit masih terkatung-katung karena sejumlah asset utama perusahaan itu tertahan di Kementerian Keuangan
Padahal, bila Kementerian Keuangan (Kemenkeu) melepaskan aset-aset produsen kertas itu, kurator bisa segera melelang dan membagikan hasil lelangnya kepada para kreditur. Dengan demikian, kepailitan Kertas Leces bisa segera berakhir.
Kurator kepailitan Kertas Leces Febri Arisandi mengatakan Direktorat Pengelolaan Kekayaan Negara dan Sistem Informasi (DPKNSI) Kemenkeu sudah mengeluarkan surat edaran No. S-934/KN.5/2019 per 20 September 2019 perihal penyerahan sertifikat aset kredit Kertas Leces kepada kurator. Hanya saja, hingga kini belum ada informasi atau kepastian dari Biro Advokasi Kemenkeu untuk menyerahkan aset-aset tersebut kepada kurator. Padahal, permintaan melalui surat resmi.
Kami sedang menunggu dari Biro Advokasi Setjen (Sekretariat Jenderal) Kemenkeu saja ini. Syarat-syarat (memperoleh aset-aset) sudah kami serahkan semua, putusan pailit, dan lain-lain. Dia menjelaskan kendati DPKNSI sudah memberikan surat edaran persetujuan penyerahan aset kepada kurator, tetapi kewenangan penyerahan tersebut harus melalui Biro Advokasi Kemenkeu.
Sudah setuju kok DPKNSI, 14 aset mau diserahkan langsung kepada kurator dan dua aset lain ke KAML (Kalimantan Aset Management Limited). DPKNSI melalui SE No. S-934/KN.5/2019 bersifat segera tentang Tindak Lanjut Penyelesaian Aset Kredit Kertas Leces menyatakan pada poin pertama, dua sertifikat berupa Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) No. 7/ Leces dan SHGB No. 40/Sumberkedawung secara hukum akan diserahkan kepada KAML mengingat kedua sertifikat tersebut termasuk dalam lampiran 2 perjanjian pengalihan piutang No. 74 pada 25 Februari 2004 dari Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) kepada KAML.
Tindak lanjut poin kedua, sebanyak 14 sertifikat akan diserahkan kepada tim kurator melalui Biro Advokasi Kemenkeu. Berdasarkan catatan bisnis, 14 hari sertifikat tersebut adalah aset tanah seluas 62 hektare. Tanah ini adalah pabrik dan operasional manajemen Kertas Leces dalam memproduksi kertas.
Berdasarkan catatan Bisnis, 14 sertifikat tersebut adalah aset tanah seluas 62 hektare. Tanah ini adalah pabrik dan operasional manajemen Kertas Leces dalam memproduksi kertas. Kendati demikian, Surat Edaran tersebut menyatakan bahwa Kemenkeu mempunyai hak tagih kepada Kertas Leces yang berasal dari piutang Direktorat Sistem Manajemen Investasi (SMI) Direktorat Jenderal Perbendaharaan dan Kewajiban Pajar.
Dihubungi terpisah, Parjanto pihak di Area Layanan Terpadu Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN) Kemenkeu belum bisa memberikan tanggapan banyak kepada Bisnis. “Mohon izin nanti kami respon karena sedang menyiapkan agenda pimpinan,” kata Parjanto.
Penyelesaian kepailitan Kertas Leces memang terbilang cukup lama, mengingat perusahaan itu sudah diputus pailit sejak 25 September 2018. Kurator Kertas Leces sebelumnya telah mengumumkan bahwa sebagian aset perusahaan yang merupakan budel pailit segera dibagikan kepada sejumlah kreditur.
Pengumuman itu sudah disampaikan oleh kurator di media massa dan budel pailit yang dibagikan adalah tahap awal yang berasal dari hasil lelang dan sisanya adalah uang tunai.
Adapun, rencana pembagian budel pailit tersebut diumumkan pada selasa (30/4) dan diberikan kesempatan selama 5 hari kepada kreditur untuk menyampaikan keberatan atas daftar pembagian budel pailit tersebut. Apabila tidak ada keberatan, kurator bisa membagi budel pailit pada Mei 2019. Dalam perjalanan waktu, PT Perusahaan Pengelola Aset (Persero) dan eks karyawan Kertas Leces mengajukan keberatannya.
Adapun, PPA mempersoalkan rencana pembagian budel pailit itu karena menilai bagian yang akan didapatkan oleh PPA sangat kecil dan tidak sesuai dengan aset yang dibebankan hak tanggungannya atas nama PPA. Corporate Secretary PPA Edi Winanto ketika itu mengatakan bahwa PPA seharusnya mendapatkan hak sejumlah Rp9,5 miliar sesuai dengan nilai hak tanggungan, bukan hanya Rp1 miliar lebih. Keberatan PPA terhadap pembagian harta Kertas Leces karena PPA hanya mendapatkan bagian Rp1 miliar lebih, (padahal) harta yang dibagi adalah harta hasil penjualan aset tanah di Jalan Radio Dalam yang dibebani hak tanggungan atas nama PPA.
Dengan total dana yang didapatkan dari budel pailit yang laku terjual lebih dari Rp11 miliar, menurutnya, PPA sebagai pemegang hak tanggungan semestinya menerima Rp9,5 miliar. Tak hanya itu, PPA juga keberatan dengan ketentuan kurator yang mendapatkan pembagian dari penjualan budel pailit.
Di dalam pembagian harta ada komponen biaya kurator, padahal yang melakukan eksekusi hak tanggungan adalah PPA dan kurator tidak melakukan apa-apa terkait (dengan) pelaksanaan eksekusi. Oleh karena itu, PPA keberatan terhadap fee yang diberikan kepada kurator, tuturnya.
Di sisi lain, keberatan dari eks karyawan Kertas Leces seupaya hakim pengawas dan kurator menjadikan eks karyawan sebagai prioritas utama menerima harta pailit.
ASET
Kurator sudah menyisir aset berupa 623 sertifikat dari penjualan SHGB senilai Rp11 miliar, dan uang tunai. Adapun, aset lain yang sedang dilelang di Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL) Malang adalah satu paket terdiri dari Depithing Plant, Bagasse Dewatering Unit, Fuel Oil Storage Tank, dan Electric Generation Set.
Dari pengumuman lelang eksekusi harta di KPKNL Malang tersebut, nilai limit sebesar Rp2,95 miliar dengan nilai jaminan sebesar Rp600 juta. Pihak yang tertarik untuk mengikuti penawaran dibatasi hingga pukul 13.30 WIB pada 26 September 2019. Kertas Leces resmi berstatus pailit setelah Majelis Hakim Pengadilan Niaga Surabaya mengabulkan pemohonan pembatalan homologasi perdamaian oleh 15 karyawan perusahaan milik negara pembuat kertas itu.
Perusahaan itu, sebelumnya mengajukan Peninjauan Kembali (PK) ke MA supaya pembatalan homologasi perdamaian berujung pailit dibatalkan karena perseroan sedang dalam agenda restrukturisasi utang. Namun, Mahkamah Agung (MA) telah menolak peninjauan kembali (PK) yang diajukan oleh Kertas Leces sehingga semua keputusan yang telah diambil sebelumnya tinggal menunggu eksekusi.
Putusan dengan perkara No. 43PK/Pdt.Sus-Pailit/2019 itu dibacakan majelis hakim agung pada 28 Maret 2019. Sementara itu, permohonan PK diajukan oleh Kertas Leces pada 1 Februari 2019. Kertas Leces dalam proposal perdamaiannya menyanggupi akan merestrukturisasi utangnya senilai Rp2,12 triliun dari total tagihan yang berasal dari 431 kreditur. Nilai itu terdiri dari Rp747,86 miliar yang dipegang kreditur preferen dengan grace period pembayaran selama 5 tahun dan waktu pembayaran 45 tahun. Sementara itu, sebanyak Rp1,15 triliun milik kreditur separatis dan Rp222,73 miliar milik kreditur konkuren.
Pembatalan homologasi perdamaian bermula ketika terjadi perdamaian perkara PKPU No. 05/PKPU/2014/PN.Niaga.Sby pada 18 Mei 2015, antara termohon Kertas Leces dan para kreditur. Putusan pembatalan homologasi dengan perkara No. 01/Pdt.Sus. Pembatalan Pembayaran/ 18/ PN.Niaga.Sby itu dibacakan pada 25 September 2018. Pengadilan memerintahkan para pihak untuk melaksanakan isi perjanjian perdamaian.
JEJAK PAILIT
PT Kertas Leces menjalani proses gugatan permohonan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) sejak 2014. Dalam perjalanannya, berbagai upaya dilakukan sampai akhirnya ke Mahkamah Agung (MA)
17 Juli 2014
Kertas Leces dimohonkan PKPU di Pengadilan Niaga Surabaya
o Pemohon: PT Lautan Warna Sari
o Termohon: PT Kertas Leces
o No. Perkara: 05/PKPU/2014/PN.Niaga.Sby
o Utang kepada Lautan Warna Sari Rp11,20 miliar
Daftar Kreditur
o 4 Kreditur Separatis
o 18 Kreditur Konkuren
o 3 Kreditur Preferen (pajak, gaji, pesangon karyawan, dan Kementerian Keuangan)