Kurator kepailitan PT Amanah Bersama Umat atau Abu Tours berharap agar para kreditur membantu kurator menemukan aset-aset perusahaan biro perjalanan bisa terlaksana.
Pasalnya, kurator belum bisa menyisir asset Abu Tours karena pemilik perusahaan mengajukan kasasi.
Kurator Abu Tours Susy Tan mengatakan, saat ini timnya terus mengejar aset–aset debitur untuk dikumpulkan sebagai budel pailit sambil menunggu hasil putusan kasasi di Mahkamah Agung yang diajukan Pendiri Abu Tours, setelah tidak puas dijatuhi vonis penjara 20 tahun oleh Pengadilan Negeri Makasar.
Itu asset mereka (Abu Tours) ada dimana-mana. Jadi, tolong calon Jemaah atau kreditur memberitahukan kepada kami asset Abu Tours supaya kami amankan dan jangan dijual oleh kreditur,” kata Susy.
Susy mengatakan, asset Abu Tours tidak semata-mata dalam status sita umum dalam kepailitan, tetapi juga sita pidana. Pasalnya, kata dia, pendiri Abu Tours tebukti melakukan tindak pidana pencucian uang atau tindakan kejahatan.
“Ada dua asset Abu Tours, sita pidana dan sita umum. Yang sita pidana juaga jumlahnya cukup banyak dan bernilai tinggi. Ada yang dijaminkan pihak ketiga. Kalau sudah inkrah atau berkekuatan hukum tetap, apapun kalau kasasi ditolak, maka kurator bisa membereskan aset-aset debitur,” tutur Susy.
Perkara kepailitan Abu Tours bermula dari permohonan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) yang diajukan Harmawati (pemohon I), Nurhayati Arifin (pemohon II), dan Syalbiah (pemohon III) ke Pengadilan Niaga Makassar dengan perkara No.4/Pdt.Sus-PKPU/2018/PN Mks, pada 16 Maret 2018.
Ketiganya adalah agen atau mitra dari Abu Tours yang menjual paket wisata, khususnya paket umrah kepada masyarakat.
Dalam persidangan permohonan PKPU itu, PN Makassar menjatuhkan hukuman bahwa telah terbukti Abu Tours memiliki utang dan dapat ditagih kepada para pemohon PKPU yang totalnya Rp 18,20 miliar.
Utang Abu Tours itu, selain kepada ketiga pemohon juga kreditur lain yakni, kepada sembilan agen dan satu vendor.
Namun, Abu Tours tetap tidak bisa memberikan proposal perdamaian kepada para kreditur yang mencapai 1.600 orang, dan akhirnya diputus pailit oleh pengadilan pada 20 September 2018, dengan total tagihan Rp 1,8 triliun dan jumlah kreditur mencapai 80.000 orang.
Sumber: Bisnis, Senin, 1 Juli 2019 (Yanuarius Viodeogo)