Otoritas pajak berupaya memperbaiki kinerja proses penyidikan pidana pajak supaya lebih efektif dan efisien.
Apalagi, data kinerja tahun lalu menunjukkan rata-rata penyelesaian berkas perkara penyidikan pidana pajak masih jauh dari ekspektasi yakni 18 bulan.
Direktur Penyuluhan Pelayanan dan Hubungan Masyarakat Ditjen Pajak Hestu Yoga Saksama mengatakan bahwa proses penyidikan pidana pajak memang cukup memakan waktu. Prosedur yang dilakukan harus benar-benar sesuai dengan Undang-Undang Hukum Acara Pidana atau KUHAP.
“Penerapan pasal, penghitungan dan pembuktian kerugian keuangan pada keuangan negara juga memerlukan ketelitian dan kelengkapan alat bukti yang kuat dan tidak sedikit,” kata Yoga kepada Bisnis, Rabu (15/5).
Di samping itu, dalam proses pengumpulan alat bukti penyidik Ditjen Pajak juga kerap menghadapi sejumlah kendala di antaranya sikap tidak kooperatif para tersangka atau calon tersangka yang melarikan diri ketika proses penyidikan tengah berlangsung.
Oleh karena itu, untuk mendorong efektivitas penyidikan pidana pajak, otoritas telah merencanakan empat aksi. Pertama, menetapkan target P-21 untuk Kanwil Ditjen Pajak berdasarkan jumlah penyidik PNS dan anggaran penyidikan.
Kedua, optimalisasi konsultasi dan koordinasi dengan Aparat Penegak Hukum, termasuk Kepolisian dan Kejaksaan dilakukan secara rutin dan terencana.
Ketiga, Penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan difokuskan pada pengguna faktur pajak tidak berdasarkan transaksi yang sebenarnya, penerbit pajak dengan NPWP tidak valid, SPT lebih bayar berisiko tinggi, dan pengembangan kasus penyidikan yang ditangani ke kewajiban perpajakan PPh dan penyidikan TPPU.
Keempat, asistensi dan supervisi ke Kanwil Ditjen Pajak dalam rangka pengembangan cakupan modus operandi kasus yang disidik dan perluasan ruang lingkup wilayah (locus) penyidikan.
“Hal positif dari penyidikan pidana pajak saat ini adalah kami mendapat dukungan penuh dan koordinasi yang sangat baik dengan institusi penegak hukum terkait seperti Polri (sebagai korwas) dan kejaksaan (penuntut umum),” imbuhnya.
Sementara itu, kepatuhan materiil wajib pajak (WP) orang pribadi non-karyawan yang terdaftar pada 2017 tercatat belum optimal.
Pasalnya, dalam laporan kinerja (Lakin) 2018, dari target sebanyak 332.999, jumlah WP yang melakukan pembayaran pajak pada 2018 hanya 152.871 atau 45,91%.
Jumlah tersebut jauh lebih rendah dibandingkan dengan kepatuhan WP badan terdaftar yang melakukan pembayaran pajak pada 2018 sebanyak 179,8%.
Yoga Saksama menyebut bahwa WP OP nonkaryawan yang tak membayar pajak pada 2018 memang masih membutuhkan edukasi supaya mematuhi setiap kewajiban perpajakannya.
Namun demikian, dalam beberapa kasus, edukasi saja tidak cukup, tindakan pengawasan terhadap WP dinilai paling tepat untuk mendongkrak kepatuhan WP tersebut. (Edi Suwiknyo)
Sumber: Bisnis Indonesia, Kamis, 16 Mei 2019