Bisnis, JAKARTA – PT. Muara Griya Lestari akhirnya harus berbesar hati setelah diputus pailit oleh Majelis Hakim Pengadilan Niaga Jakarta Pusat, menyusul ditolak proposal perdamaian yang ditawarkan oleh produsen garmen itu. Para kreditur mayoritas tidak mau menerima proposal perdamaian dari Muara Griya Lestari (MGL) karena penawaran pembayaran dinilai tidak masuk akal. Para kreditur tidak sepakat dengan tawaran perusahaan yang berlokasi di Sukabumi itu, terutama soal lamanya waktu pembayaran dan pemotongan utang pokok yang besar.

Pengurus kepailitan MGL diangkat kurator oleh majelis hakim Maruli Siregar mengatakan, MGL sebenarnya sudah diberikan waktu yang optimal untuk membuat proposal perdamaian dengan baik sejak diputuskan restrukturisasi utang di pengadilan sejak 29 Januari 2019 dan kesempatan perpanjangan waktu hampir 5 tahun. “Kreditur menolak proposal perdamaian debitur, bahkan Muara Griya Lestari tidak bisa membuat kerangka rencana kerja bisnis yang menjanjikan,” kata Maruli kepada Bisnis, Senin (28/10).

Para kreditur mayoritas tidak mau menerima proposal perdamaian dari Muara Griya Lestari karena penawaran pembayaran dinilai tidak masuk akal. Kepailitan MGL bermula ketika PT. King Button Industries memohonkan PKPU kepada MGL karena memiliki piutang senilai Rp41,1 juta. Kondisi debitur, imbuhnya, memang sulit untuk bangkit kembali karena sebelum masuk dalam masa Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) sudah tidak beroperasional lagi. Setahun sebelum dimohonkan PKPU pada 9 Januari 2019, jelasnya, MGL tidak menerima order lagi dari rekanannya.

Padahal, lanjut dia, bisnis debitur berorientasi ekspor yang semestinya apabila pengelolaan kinerja perusahaan dilakukan secara optimal, tentunya bisa membangkitkan bisnisnya lebih dalam lagi. “Dalam kepailitan ini ya going concern masih bisa dimungkinkan. Tetapi, belum tahu ini, karena sudah masuk pemberesan aset oleh kreditur separatis dari BNI (PT. Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk.). Mereka lelang dulu dengan waktu yang sudah ditentukan, kalo tidak bisa menjual makan kurator ambil alih,” ucapnya.

Adapun harta pailit debitur yang dijaminkam ke BNI adalah bangunan berupa pabrik dan lahan. Jika aset berupa pabrik, kata dia, maka bisa membayar utang kepada para kreditur. Setelah dinyatakan insolven atau tidak mampu membayar utang dari hasil verifikasi daftar piutang tetap pailit, utang MGL menjadi Rp300-an miliar yang tersebar mencakup tiga kreditur separatis yang tersebar di 46 kreditur mencakup tiga kreditur 43 kreditur konkuren. Selain aset jaminan di BNI, dia mengatakan kurator berharap ada lagi aset-aset lain milik debitur sehingga nilai pembayaran utang kepada kreditur lebih besar lagi.

Sebelumnya, Maruli berharap agar ada upaya maksimal melalui proposal perdamaian yang akan diajukan oleh Muara Griya Lestari, sehingga tercapai perdamaian, kendati kondisi operasional debitur sudah tidak beroperasi lagi. Sebelumnya, kepailitan MGL bermula ketika PT. King Button Industries, produsen kancing memohonkan PKPU kepada MGL karena memiliki piutang senilai Rp41,1 juta. Permohonan PKPU diajukan King Button Industries dengan perkara No. 6/Pdt.Sus-PKPU/2019/PN Niaga Jkt.Pst. di Pengadilan Negeri Niaga Jakarta Pusat pada 8 Januari 2019.

Setelah diputuskan masuk PKPU, MGL diberikan kesempatan selama 5 bulan untuk memaksimalkan proposal perdamaiannya selama PKPU tetap. Sementara itu, kuasa hukum debitur Agus Salim mengatakan operasional pabrik MGL milik kliennya di Cicantayan sudah berhenti dan berdampak 2.000 karyawan lebih tidak bekerja. Ketika rapat kreditur berlangsung pada 25 Februari 2019 lalu, Agus berharap proposal perdamaian kliennya bisa dikabulkan sehingga bisa keluar dari belenggu PKPU.

  Agus mengungkapkan, sempat mengajukan keberatan ke pengadilan ketika ada permohonan PKPU dilayangkan kepada debiturnya. Pasalnya, menurut dia, nominal yang dimohonkan PKPU terlampau kecil hanya senilai Rp41,1 juta dan debiturnya mampu untuk membayar utang tersebut. “Sejujurnya kondisi perusahaan sedang mengalami kemunduran, dari pesanan di Amerika Serikat dibatalkan sepihak oleh mereka dan akhirnya ada pihak yang mengajukan permohonan. Kami sangat taat asas PKPU dan mengikuti proses ini baik-baik agar perdamaian dikabulkan,” ucapnya.

Yanuarius Viodeogo

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *