Bisnis, JAKARTA – Otoritas pajak memperkirakan sengketa pajak terkait dengan transfer pricing akan meningkat karena lebih dari 60% transaksi lintas yurisdiksi dilakukan oleh perusahaan multinasional.

 Kendati demikian, penyelesaian sengketa pajak lintas yurisdiksi tersebut dapat diselesaikan melalui keberatan atau banding (domestic remedies) dan Mutual Agreement Procedure.

 Direktur Perpajakan Internasional Ditjen Pajak John Hutagaol mengatakan bahwa sejauh ini kebijakan pajak di bidang transfer pricing di Indonesia telah sesuai dengan international best practise.

 “Untuk mencegah timbulnya sengketa pajak karena transfer pricing, Indonesia telah menerbitkan regulasi tentang Advance Pricing Agreement (APA),” kata John kepada Bisnis, Kamis (19/9).

 John menjelaskan kemajuan digital dan dampak disrupsinya telah berpengaruh secara langsung terhadap transformasi landskap perpajakan internasional maupun tidak langsung melalui variabel globalisasi.

 Digitalisasi mendorong akselerasi proses globalisasi, sehingga meningkatkan volume dan besaran transaksi lintas yurisdiksi baik perdagangan, jasa dan investasi.

 “Dari hasil olahan berbagai sumber mengatakan bahwa lebih dari 60% transaksi lintas yurisdiksi tersebut merupakan transaksi yang dilakukan oleh perusahaan-perusahaan multinasional atau MNEs,” ungkapnya.

 Adapun, tantangan global yang dihadapi hampir semua otoritas pajak adalah dampak yang ditimbulkan oleh praktik transfer pricing atas basis pemajakan dari suatu yurisdiksi.

 Secara konsensus global, penanganan transfer pricing dilakukan dengan pembenahan regulasi sebagaimana dijelaskan dalam BEPS Action 8-10. Selain itu, otoritas juga mendorong para pelaku usaha untuk terbuka dengan menyelenggarakan secara akuntabel dokumen transfer pricing sesuai BEPS Action 13 yaitu Master File, Lokal File dan Country by Country Report.

 “Dan terakhir, otoritas pajak memberikan ruang yang seluas-luasnya bagi pelaku usaha wajib pajak untuk mendapatkan keadilan bila timbul sengketa. Penyelesaian sengketa pajak di forum internasional yang lazim dikenal yaitu Mutual Agreement Procedure dan arbitrase,” jelasnya.

 Terkait dengan efektivitas penanganan sengketa transfer pricing, Kementerian Keuangan telah menerbitkan PMK No.49/PMK.03/2019 tentang Tata Cara Pelaksanaan Prosedur Persetujuan Bersama atau MAP.

 Aturan ini mengganti ketentuan yang lama, serta menyempurnakan beberapa poin dengan best practice internasional.

 Dalam laporan yang mencakup 89 yurisdiksi, 2018 Mutual Agreement Procedure (MAP) Statistics, Organisasi Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi (OECD) mencatat jumlah sengketa transfer pricing baru pada 2018 naik sebesar 20%. Jumlah ini lebih tinggi dibandingkan sengketa lainnya yang hanya di kisaran 10%.

 Selain peningkatan kasus baru, publikasi OECD juga menyoroti masalah waktu sengketa. Rata-rata kasus transfer pricing meningkat dibandingkan dengan 2017 atau sekitar 33 bulan.

 “Angka ini jauh lebih lama dengan sengketa lain yang hanya di kisaran 14 bulan atau lebih rendah dibandingkan dengan 2017 yang mencapai 17 bulan,” tulis laporan OECD yang dikutip Bisnis. (Edi Suwiknyo)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *