Bisnis, JAKARTA – Upaya kurator PT. Wirajaya Packindo (dalam pailit) untuk menyelesaikan pembagian bundel pailit kepada sejumlah kreditur perusahaan pengolahan kertas itu masih belum maksimal. Pasalnya, dari beberapa aset perusahaan yang merupakan bundel pailit masih banyak yang belum laku terjual, kendati sudah masuk dalam proses pelelangan.
Muhammad Ismak, kurator PT. Wirajaya Packindo berharap agar aset utama milik Wirajaya Packindo segera dibeli oleh investor, sehingga para kreditur bisa mendapatkan haknya. Dia menjelaskan sejak dinyatakan pailit pada awal Januari 2016 lalu oleh Pengadilan Niaga Jakarta Pusat, aset utama berupa tanah serta bangunan berupa pabrik di Kota Tanggerang, Banten belum terjual hingga sekarang ini. Menurut Ismak, sebenarnya sudah ada investor yang menyatakan ketertarikannya untuk membeli aset berupa pabrik serta investaris barang-barang tersebut. Hanya saja, jelasnya, calon investor itu masih menunda pembeliannya sampai selesainya Pemilihan Umum 2019.
“Setelah pilpres ini semoga sudah ada perkembangan baru. Semoga laku dan bisa langsung dibagi hasil penjualan kepada kreditur. Ini pailit dan lelang aset itu sudah lama banget,” kata Ismak kepada Bisnis, Rabu (8/5). Adapun, pabrik tesebut sudah masuk dalam lelang Kurator Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL) Tanggerang II dengan nilai jual sebesar Rp300 miliar. Pabrik itu terletak di Jl. Sangego No. 8, Bayur, Pintu Air 10, Kelurahan Koang Jaya, Kecamatan Karawaci, Kota Tanggerang, Banten. Dia menjelaskan aset tersebut merupakan bagian dari beberapa aset lainnya yang belum laku terjual.
Selain menunggu selesainya Pemilu 2019, kata dia, investor juga mempertanyakan soal tagihan listrik yang belum dibayarkan oleh Wiraya Packindi kepada PT. Perusahaan Listrik Negara (Persero). “Tagihan PLN ini sebesar Rp160.5 miliar, sementara nilai lelang aset itu Rp300 miliar. Jadi masih ada masalahnya, investor menanyakan soal listrik itu. Masalahnya tagihan dari PLN tidak kami akui,” kata Ismak.
Dari beberapa aset Wirajaya Packindo yang merupakan budel pailit masih banyak yang belum laku terjual, kendati sudah masuk dalam proses pelelangan. Sejak dinyatakan pailit pada awal januari 2016 lalu oleh Pengadilan Niaga Jakarta Pusat, aset utama berupa tanah serta bangunan berupa pabrik di Kota Tanggerang, Banten belum terjual hingga sekarang ini. Calon investor itu masih menunda pembeliannya sampai selesainya Pemilihan Umum 2019.
ASET TERJUAL
Sementara itu, staf anggota kurator, Habibie Abdiawan mengatakan bahwa kendati aset utama tersebut belum terjual, sebagian kreditur sudah mendapatkan pembagian harta dari hasil penjualan aset perusahaan lainnya. Habibie menyebutkan, ada dua aset yang sudah terjual yaitu satu pabrik di Purwakarta dan satu pabrik di Tanggerang. Masing-masing, kata Habibie terjual Rp185 miliar dan Rp60 miliar. Kedua aset tersebut menurutnya lebih cepat terjual dibandingkan dengan aset utamanya. “Dari penjualan pabrik itu, semua kreditur konkuren sudah mendapatkan hasil pembagian, tetapi untuk kreditur preferen terdiri dari pajak dan 700 karyawan baru dibagikan 30% kepada mereka. Sisanya nanti dari penjualan pabrik yang di Tanggerang ini,” kata dia.
Habibie juga berharap agar aset utama tersebut bisa terjual sehingga bisa membayar utang kepada kreditur separatis atau pemegang jaminan. Adapun pemegang jaminan aset tersebut yakni PT. Bank ICBC Indonesia, PT. OCBC Indonesia, PT. Bank Mandiri Tbk., PT. Bank Syariah Mandiri, PT. Caterpillar Finance Indonesia, dan bank Deg Deutsche Investitions. Kepailitan Wirajaya Packindo bermula dari permohonan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) dari PT. Abisatya Bhumi Lohjinawi dengan perkara No. 49/PKPU/2015/PN. JKT.PST.. Pada 24 Juni 2015 pengadilan menetapkan Wirajaya Packindo masuk belenggu PKPU. Dalam perjalanan waktu, Wirajaya Packindo memiliki utang dalam PKPU sebanyak Rp1.2 triliun yang tersebar di enam kreditur separatis senilai Rp1.1 triliun dan 22 kreditur konkuren senilai Rp173.34 miliar.
Namun, dari hasil verifikasi tagihan pailit, utang Wirajaya Packindo bertambah menjadi Rp1.65 triliun karena adanya tagihan dari preferen karyawan dan pajak. Pengadilan menyatakan Wirajaya Packindo harus pailit pada 13 Januari 2016 karena dua kreditur separatis yang merupakan pemilik suara paling besar menolak berdamai denga Wirajaya Packindo. Padahal, ketika PKPU berlangsung kuasa hukum debitur Ahmad Ali Fahmi mengatakan bahwa kliennya tengah membuat proposal perdamaian yang menarik supaya kreditur mau berdamai. Namun, upaya itu kandas dan kreditur penjamin tersebesar tetap menolak untuk berdamai.
PANDAWA GROUP
Masih terkait dengan bundel pailit, Mahkamah Agung RI menolak permohonan kasasi Kejaksaan Agung RI cq Kejaksaan Negeri Depok dan memenangkan kurator Koperasi Simpan Pinjam Pandawa Mandiri Group dalam pailit. Majelis Hakmi dalam putusannya menolak tuntutan Kejaksaan Negeri Depok dan memenangkan kurator Koperasi Simpan Pinjam Pandawa Mandiri Group dalam pailit.
Majelis Hakim dalam putusannya menolak tuntutan Kejaksaan Negeri (Kejari) Depok yang meminta kepada MA RI supaya putusan Pengadilan Niaga (PN) Jakarta Pusat pada 19 September 2018 lalu dibatalkan. Adapun, perkara itu terkait dengan perkara No. 11/Pdt.Sus-GugatanLain-Lain/2018/PN.Jkt.Pst tentang gugatan Pandawa group Mandiri mewakili 39.068 nasabah dengan tuntutan Pemerintah Indonesia cq Kejaksaan Agung cq Kejaksaan Tinggi Jawa Barat cq Kejaksaan Negeri Depok mengembalikan aset pendiri dan pengurus koperasi itu kepada para kreditur.
Ketika itu, PN Jakarta Pusat mengabulkan gugatan kurator dengan isi putusan adalah 19 aset bundel pailit menjadi milik penggugat dan pengadilan memerintahkan Kejari menyerahkan barang bukti aset pendiri Pandawa yaitu Nuryanti, Nanti Susanti, dan Cicih Kusnenti kepada kurator. Majelis hakim MA RI diketahui Zahrul Rabain dalam pertimbangan untuk putusan kasasi menyatakan, putusan PN Jakarta Pusat tersebut tidak bertentangan dengan hukum atau undang-undang. “Sehingga permohonan kasasi yang diajukan pemohon kasasi Kejaksaan Negeri Depok harus ditolak karena setelah MA RI meneliti secara seksama memori kasasi bahwa PN Jakarta Pusat tidak salah menerapkan hukum,” kata majelis hakim dalam amar keputusannya dikutip Bisnis, Rabu (8/5).
Hakim memiliki dua pertimbangan, pertama putusan PN atas perkara No. 37/Pdt.Sus-PKPU/2017/PN.Niaga.Jkt.Pst yang menyatakan KSP Pandawa Mandiri Group dan Nuryanto keadaan pailit sudah berkekuatan hukum. Dengan demikian atas putusan kasasi ini, maka barang-barang yang dituntut penggugat menjadi bundel pailir akan dibagikan kepada kreditur oleh kurator statusnya sudah pasti bukan milik termohon pailit lagi (KSP Pandawa Mandiri Group dan Nuryanto).
RESTRUKTURISASI UTANG WIRAJAYA PACKINDO
Kepailitan Wirajaya packindo bermula dari permohonan Penundaan Kewajiban pembayaran Utang (PKPU) dari PT. Abisatya Bhumi Lohjinawi dengan perkara No. 49/PKPU/2015/PN.JKT.PST, dan pada 24 Juni 2015 pengadilan menetapkan Wirajaya Packindo dibelenggu PKPU.
Putusan pailit 13 Januari 2016
Daftar Tagihan Piutang (Pailit)
Total tagihan : Rp. 1.65 triliun
Kreditur
6 Kreditur separatis : Rp. 1.19 triliun
130 kreditur konkuren : Rp. 295 miliar
6 kreditur preferen : Rp. 13 miliar
Daftar Tagihan Piutang (PKPU)
Total tagihan : Rp. 1.27 triliun
Kreditur
6 Kreditur separatis : Rp. 1.1 triliun
22 kreditur konkuren : Rp. 173.34 miliar
Aset masih dalam tahap pelelangan senilai Rp300 miliar
1. Tanah beserta Sertifikat Hak Milik (SHM) dan bangunan berupa kantor
2. Peralatan kantor, mesin-mesin pembuatan kertas bubur dan kertas
3. Tanah SHM dan bangunan ruang boiler seluas 7.582 meter persegi
4. Bangunan seluas 1.440 meter persegi
5. Mesin coal steam boiler
6. Tanah seluas 1.580 meter pesegi
7. Tanah seluas 353 meter pesegi berikut bangunan mess karyawan seluas 169 meter persegi
8. Tanah SHM seluas 902 meter pesegi
9. Satu (1) unit gas turbine generator dan peralatan terkait
10. Dua (2) unit kendaraan truk merek Mitsubishi.
Aset yang sudah laku
1. Satu (1) pabrik pulp and paper di Purwakarta seluas 6 hektare seharga Rp185 miliar
2. Pabrik pulp and paper di tanggerang seluas 1.7 hektare seharga Rp60 miliar.
Yanuarius Viodeogo