PT Selaras Kausa Busana resmi menyandang status pailit, setelah produsen garmen itu tak kunjung mengajukan proposal perdamaian hingga rapat pemungutan suara yang digelar 30 April 2019.
Pailitnya Selaras Kausa Busana sudah sesuai dengan Pasal 255 ayat (1) huruf e UU No. 37/2004 tentang PKPU dan Kepailitan.
Debitur juga tidak hadir dalam rapat bersama kreditur sehingga para kreditur mayoritas bersikap menolak memberi perpanjangan PKPU Tetap kepada debitur.
Majelis Hakim Pemutus Pengadilan Negeri (PN) Niaga Jakarta Pusat yang diketuai oleh Duta Baskara saat membacakan amar putusannya mengatakan, perkara Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) yang menimpa selaras Kausa berujung pailit setelah perusahaan tersebut tidak mengajukan proposal perdamaian.
Berdasarkan laporan hakim pengawas, saat rapat kreditur berlangsung para kreditur aklamasi tidak memberikan perpanjangan, dan debitur [Selaras Kausa Busana] tidak mengajukan proposal perdamaian, kata Duta dalam persidangan, Senin (6/5).
Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut, lanjutnya, pailitnya Selaras Kausa Busana sudah sesuai dengan Pasal 255 ayat (1) huruf e UU No. 37/2004 tentang PKPU dan Kepailitan.
Adapun isi pasal tersebut adalah PKPU dapat diakhiri atas permintaan hakim pengawas, satu atau lebih kreditur, atau atas prakarsa pengadilan dalam hal selama PKPU, keadaan harta debitur ternyata tidak lagi memungkinkan dilanjutkannya PKPU.
Majelis Hakim selanjutnya mengangkat pengurus PKPU perkara No.30/Pdt.Sus-PKPU/2019/PN Niaga Jkt.Pst ini menjadi kurator masa kepailitan Selaras Kausa Busana. Pengurus tersebut yakni, Alberto Siregar, Sexio Yuni Noor Sidqi, dan Peber E.W. Silalahi.
Terpisah, Sexio mengatakan bahwa setelah putusan pailit dibacakan oleh Majelis Hakim, pihaknya segera mengamankan aset-aset debitur sebagai budel pailit.
Dia menyebutkan, aset- aset yang sudah teridentifikasi sementara adalah tanah yang diatasnya berdiri bangunan pabrik dan kantor manajemen Selaras Kausa Busana. Untuk aset lain, paparnya, berupa mesin dan inventaris kantor.
Untuk saat ini, karyawan mengamankan pabrik disana. Nanti kurator akan mengirimkan tim keamanan ya. Bangunan pabrik tanah itu dijaminkan ke PT Bank KEB Hana Indonesia. Inventaris barang lain, seperti mesin itu tidak dijaminkan kemana-mana, ujar Sexio.
DAFTAR TAGIHAN
Selanjutnya, kata Sexio, timnya sebagai kurator juga segera mengumumkan proses kepailitan Selaras Kausa Busana supaya kreditur mendaftarkan kembali tagihan piutangnya.
Dia menegaskan bahwa tagihan piutang itu harus dilaporkan kepada kurator dihadapan debitur supaya tidak ada sengketa dihadapan pengawas (hawas). Kalau ada sengketa, hawas tidak mau menetapkan insolvency {gagal bayar} , tuturnya.
Kepailitan Selaras Busana berawal dari diterimanya permohonan PKPU yang diajukan oleh PT Vicky Expressindo ke PN Niaga Jakarta Pusat pada 8 Februari 2019.
Selanjutnya pada 8 Februari 2019 Selaras Kausa Busana resmi masuk dalam belenggu PKPU. Namun, hingga pemungutan suara pada 30 April 2019, perusahaan itu tak kunjung memberi proposal perdamaian kepada krediturnya. Padahal pengurus dan hakim pengawas sudah memberi tambahan waktu untuk PKPU Tetap kepada Selaras Kausa Busana sebagai debitur.
Selain itu, menurut Sexio, debitur juga tidak hadir dalam rapat bersama kreditur sehingga para kreditur mayoritas bersikap menolak memberi perpanjangan PKPU Tetap kepada debitur.
Adapaun kreditur yang menolak terdiri dari satu kreditur separatis yakni PT Bank KEB Hana Indonesia.
Selanjutnya dari 14 kreditur konkuren terdaftar, sebanyak 11 kreditur menolak berdamai dengan debitur, sedangkan kreditur mau memberikan kesempatan debitur memperpanjang masa PKPU.
Kendati demikian, dari hasil pemungutan suara tersebut tetap saja tidak memenuhi syarat homologasi atau perdamaian.
Syarat 2/3 tagihan konkuren tidak terpenuhi, maka sama hawas (hakim pengawas) saat itu diberikan waktu perpanjangan {14 hari}. Selain itu, debitur tidak menyampaikan juga proposal, ujarnya.
Adapun total tagihan utang Selaras Kausa Busana mencapai RP.123,36 miliar, yang tersebar pada kreditur separatis, konkuren, dan preferen. Pemilik tagihan piutang separatis adalah KEB Hana Indonesia sebanyak RP.20,36 miliar.
Selanjutnya, tagihan piutang konkuren sebanyak 14 kreditur yang mencapai Rp.15,57 miliar. Para kreditur konkuren tersebut adalah Yuliana Situmorang, PT Wings Global Logisitc, PT Sahassa Prima Niaga, Jong UK Lee, PT Dongju Raya Indonesia, PT Tae Jong Indonesia, dan PT Obor Setia Indah.
Kemudian, kreditur konkuren lain adalah PT Vicky Expressindo, Jean Paiaman Manurung, PT Bosung Indonesia, PT Gaya Makmur Indonesia,, Jauhari, A Freddy H. Manurung, dan Sri Rahayu.
Sementara itu, ada empat kreditur preferen dengan tagihan mencapai Rp.87,42 miliar, yang berasal dari kantor Pajak, Serikat Pekerja Nasional Kota Bekasi, dan Lima Belas Buruh Non Serikat.
Kuasa Hukum Selaras Kausa Busana Anggi Putra Kusuma sebelumnya menyatakan bahwa keberatan dengan keputusan PKPU yang membelenggu kliennya.
Menurut Anggi, pihaknya masih memiliki niat dan itikad baik untuk menyelesaikan pembayaran kepada kreditur Vicky Expressindo.
Kami keberatan sebenarnya atas putusan itu dan kami telah menawarkan pernyataan didalam jawaban, ada termin-termin pembayaran ke pemohon dan keringanan supaya meminta mereka mencabut gugatan, tetapi mereka (pemohon) menolak karena utang sudah terlalu lama, kata Anggi.
Di sisi lain, Kuasa Hukum Vicky Expressindo, Poltak Sotarduga Tambunan sebelumnya mengatakan bahwa kliennya terpaksa mengajukan PKPU karena Selaras Kausa Busana memiliki utang yang telah jatuh tempo dan dapat ditagih mencapai lebih dari Rp.1 miliar.
Ada tagihan piutang Rp.1 miliar lebih, sudah kami tagih-tagih [ke Selaras Kausa Busana], tetapi tidak dibayarkan, kata Poltak
Pengadilan kemudian mengabulkan permohonan Vicky Expressindo pada 6 Maret 2019 karena Selaras Kausa Busana terbukti memiliki utang yang jatuh tempo dan dapat ditagih.
RESTRUKTURISASI UTANG
Sempat lolos dari permohonan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU), PT Selaras Kausa Busana terpaksa harus merelakan aset-asetnya dijual oleh kurator untuk pembayaran utang-utangnya kepada krediturnya. Setelah permohonan PKPU yang diajukan oleh PT Vicky Expressindo dikabulkan majelis hakim Pengadilan Negeri Niaga Jakarta Pusat, produsen garmen itu juga akhirnya diputus pailit.
Pemohon : PT. Vicky Expressindo
No. perkara : 30/Pdt.Sus-PKPU/2019/PN Niaga Jkt.Pst
Tanggal permohonan : 8 Februari 2019
Total tagihan : Rp123,36 miliar
Kreditur separatis : Rp20,36 miliar
Kreditur konkuren : Rp15,57 miliar
Putusan pengadilan : Disetujui 6 Maret 2019
Rapat pemungutan suara : 30 April 2019
Hasil pemungutan suara : Kreditur mayoritas menolak berdamai
Putusan pailit : 6 Mei 2019
Yanuarius Videogo
yanuarius.viodeogo@bisnis .com