Sushi Tei Singapura dan Indonesia menggugat PT Boga Inti dan pemilik Boga Group Kusnadi Rahardja dalam perkara pelanggaran merek.
Dalam gugatan dengan perkara No.59/Pdt.Sus-HKI/Merek/2019/PN Niaga Jkt.Pst yang didftarkan pada 6 September 2019, Boga Inti menjadi tergugat 1 dan pemilik Boga Group Kusnadi Rahardja sebagai tergugat 2.
James Purba selaku kuasa hukum Sushi Tei mengatakan, kliennya menggugat Boga Inti dan Kusnadi Rahardja karena keduanya secara sengaja menyalahgunakan merek Sushi Tei tanpa persetujuan penggugat.
Tindakan tergugat menggunakan merek Sushi Tei melawan hak dan tanpa izin menimbulkan penyesatan pada khalayak ramai karena para tergugat tidak pernah mendapatkan persetujuan dari klien saya terkait penggunaan nama Sushi Tei dalam situs web, brosur, dan kartu nama Grup Boga.
Dari pantauan Bisnis, sidang antara Sushi Tei dan Boga Inti masih beragendakan legal standing kuasa hukum dari kedua belah pihak. Dia mengatakan, pihaknya menemukan banyak restoran dari Grup Boga yang memiliki kemasan fisik mencantumkan merek Sushi Tei merupakan bagian dari grup Boga.
Padahal, menurutnya, sejak perusahaan berdiri pada 1994 lalu tidak pernah memberikan izin kepada Boga Inti untuk menggunakan merek Sushi Tei.
Bahkan, untuk melindungi merek Sushi Tei, James mengatakan, kliennya mengajukan pendaftaran merek itu sebagai miliknya di Rektorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) pada 15 April 2003.
Adapun, nomor permohonan digenggam Sushi Tei, imbuhhya, yaitu J002003009064 untuk kelas jasa 43 yang mencakup pelayanan jasa makanan, persiapan makanan dan minuman, penyediaan makanan dan minuman, restoran, tempat minum-minum, restoran yang kecil dan sederhana, serta kedai kopi.
Selain itu, pelayanan kafetaria dan kantin, pelayanan tempat makan yang menghidangkan kudapan, pelayanan tempat makan yang dibawa pulang, menyediakan makanan dan minuman melalui mesin otomatis yang bekerja dengan memasukan uang logam atau pada gerai tempat pembelian makanan untuk dibawa pulang.
Merek itu pula telah terdaftar di DJKI dan Sushi Tei Singapura telah memperpanjang lagi selama 10 tahun terhadap merek tersebut hingga berakhir pada 2023.
James mengungkapkan, dibentuknya perusahaan bernama Sushi Tei Indonesia pada 23 April 2003 dengan komposisi pemegang saham, Sushi Tei Singapura (penggugat I) pemilik 270 saham mewakili 60% dari jumlah modal ditempatkan dan disetor.
Selanjutnya, Sonny Kurniawan pemilik 27 saham atau 16% dari jumlah modal ditempatkan dan Kusnadi Rahardja (tergugat 2) pemilik 108 saham atau mewakili 24% dari jumlah modal disetor.
LISENSI
Dalam pembentukan perusahaan Sushi Tei Indonesia tersebut, penggugat 1 dan 2 menandatangani suatu license agreement pada 26 Juli 2003.
Dengan demikian, Sushi Tei Indonesia memperoleh lisensi untuk menggunakan merek dagang, nama dagang, logo, desain terdaftar, hak cipta, patent, tata cara, informasi, gambar dan material lain terkait dengan pengoperasian restoran menggunakan merek Sushi Tei di Indonesia.
Menurutnya, tergugat pernah menjabat Presiden Direktur pada PT Sushi Tei Indonesia, tetapi hanya sampai Juli 2019.
Oleh karena itu, kata James, kliennya menuntut tergugat 1 dan 2 membuat klarifikasi di situs web Grup Boga bahwa perusahaan itu tidak pernah menjadi pemegang waralaba utama (master franchise) dari merek Sushi Tei di Indonesia.
Memerintahkan tergugat 1 dan 2 secara bersama-sama maupun sendiri-sendiri untuk mencabut dan memusnahkan semua materi pemasaran yang telah mereka publikasi atau dipublikasikan dimana merek Sushi Tei muncul bersama dengan merek-merek lain dibawah manajemen Grup Boga.
Penggugat juga menuntut ganti rugi material sebanyak US$100juta dan telah menghabiskan banyak dana tidak sedikit untuk mempromosikan merek Sushi Tei.
Sementara itu, kuasa hukum Boga Inti Oktavianus Wijaya belum mau berkomentar lebih banyak atas gugatan yang dilayangkan Sushi Tei kepada kliennya.
Kami belum ada komentar dulu karena perlu waktu juga untuk mempelajari berkasnya. Jadi nanti kalau sudah waktunya jawaban, nanti kami tanggapi.
Sumber: Bisnis Indonesia, Jumat, 20 September 2019