Trio Hamdani, detikFinance, Sabtu, 05 Jun 2021

Jakarta – Pemerintah berencana untuk menghilangkan sanksi pidana kurungan bagi para pengemplang pajak, dan lebih mengutamakan sanksi pembayaran administrasi atau denda.

Hal itu tertuang dalam draft RUU Perubahan Kelima Atas Undang-undang No. 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP).

“Pidana denda sebagaimana dimaksud dalam pasal 39 dan pasal 39A tidak dapat digantikan dengan pidana kurungan dan wajib dibayar oleh terpidana,” demikian bunyi pasal 44C ayat 1 dikutip detikcom, Sabtu (5/6/2021).

Dijelaskan dalam UU KUP 28/2007, pasal 39 merincikan setiap orang yang dengan sengaja:
a. tidak mendaftarkan diri untuk diberikan Nomor Pokok Wajib Pajak atau tidak melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak;

b. menyalahgunakan atau menggunakan tanpa hak Nomor Pokok Wajib Pajak atau Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak;

c. tidak menyampaikan Surat Pemberitahuan;

d. menyampaikan Surat Pemberitahuan dan/atau keterangan yang isinya tidak benar atau tidak lengkap;

e. menolak untuk dilakukan pemeriksaansebagaimana dimaksud dalam Pasal 29;

f. memperlihatkan pembukuan, pencatatan, atau dokumen lain yang palsu atau dipalsukan seolah-olah benar, atau tidak menggambarkan keadaan yang sebenarnya;

g. tidak menyelenggarakan pembukuan ataupencatatan di Indonesia, tidak memperlihatkan atau tidak meminjamkan buku, catatan, atau dokumen lain;

h. tidak menyimpan buku, catatan, atau dokumen yang menjadi dasar pembukuan atau pencatatan dan dokumen lain termasuk hasil pengolahan data dari pembukuan yang dikelola secara elektronik atau diselenggarakan secara program aplikasi online di Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (11); ataui. tidak menyetorkan pajak yang telah dipotong atau dipungut

Lalu, Pasal 39A menerangkan setiap orang yang dengan sengaja:

a. menerbitkan dan/atau menggunakan faktur pajak, bukti pemungutan pajak, bukti pemotongan pajak, dan/atau bukti setoran pajak yang tidak berdasarkan transaksi yang sebenarnya; atau

b. menerbitkan faktur pajak tetapi belum dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak dipidana dengan pidana penjara paling singkat 2 tahun dan paling lama 6 tahun serta denda paling sedikit 2 kali jumlah pajak dalam faktur pajak, bukti pemungutan pajak, bukti pemotongan pajak, dan/ataubukti setoran pajak dan paling banyak 6 kali jumlah pajak dalam faktur pajak, bukti pemungutan pajak, bukti pemotongan pajak, dan/atau bukti setoran pajak.

Kembali ke RUU KUP, pasal 44B ayat 1 menjelaskan untuk kepentingan penerimaan negara, atas permintaan Menteri Keuangan, Jaksa Agung dapat menghentikan penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan paling lama dalam jangka waktu 6 bulan sejak tanggal surat permintaan.

Penghentian penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 hanya dilakukan setelah wajib pajak atau tersangka melunasi kerugian pada pendapatan negara sebagaimana dimaksud dalam pasal 39 ditambah dengan sanksi administratif berupa denda sebesar 3 kali jumlah kerugian pada pendapatan negara.

“Atau jumlah pajak dalam faktur pajak, bukti pemungutan pajak, bukti pemotongan pajak, dan/atau bukti setoran pajak sebagaimana dimaksud dalam pasal 39A ditambah dengan sanksi administratif berupa denda sebesar 4 kali jumlah pajak dalam faktur pajak, bukti pemungutan pajak, bukti pemotongan pajak, dan/atau bukti setoran pajak,” bunyi pasal 44B ayat 2.

Lalu dijelaskan dalam pasal 44C ayat 2 bahwa dalam hal terpidana tidak membayar pidana denda sebagaimana dimaksud pada ayat 1 paling lama 1 bulan sesudah putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, jaksa melakukan penyitaan dan pelelangan terhadap harta kekayaan terpidana untuk membayar pidana denda tersebut menurut ketentuan peraturan perundang-undangan.

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati sebelumnya telah meminta dukungan Komisi XI Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI dalam menyempurnakan administrasi perpajakan. Dalam penyempurnaannya ini, dikatakan dia penuntutan pidana para pengemplang pajak dihentikan dan diutamakan kepada sanksi pembayaran administrasi. “Kita juga butuhkan dukungan DPR untuk kuatkan administrasi perpajakan. Menghentikan penuntutan pidana, namun melakukan pembayaran dalam bentuk sanksi administrasi,” kata Sri Mulyani dalam rapat kerja bersama Komisi XI DPR, Senin (24/5/2021).

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *