Bisnis.com, JAKARTA – Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) meminta pemerintah meninjau kembali usulan peningkatan tarif pajak pertambahan nilai (PPN) dan pajak multitarif yang tertuang dalam RUU Ketentuan Umum Pajak (KUP).
Hal ini disampaikan Aprindo di hadapan DPR RI dalam rapat dengar pendapat.
“Peningkatan tarif maupun penerapan multitarif PPN pada situasi pandemi saat ini sangat kurang tepat, berbagai sektor termasuk di antaranya ritel modern sedang dalam kondisi terpuruk dihantam pandemi,” kata Ketum Aprindo Roy Mandey seperti dikutip dalam siaran pers, Kamis (26/8/2021).
Dia mengatakan terdapat 1.500 gerai ritel modern yang berhenti beroperasi dalam 18 bulan terakhir. Kenaikan tarif PPN secara umum dari 10 persen menjadi 12 persen disebutnya berdampak pada melandainya daya beli sehingga memupuskan upaya menjaga konsumsi rumah tangga sebagai kontributor terbesar pada ekonomi.
“Situasi ini akan lebih tergerus lagi saat dikenakannya sistem multitarif terendah 5 persen dan tertinggi 15 persen yang mengakibatkan pembebanan pada masyarakat berpenghasilan rendah atau marjinal senilai minimal 5 persen yang sebelumnya tidak terkena,” tambahnya.
Perbedaan multitarif PPN tersebut antara barang yang dijual pada peritel modern, kata Roy, berpotensi mendorong konsumen berbelanja di black/shadow market atau di luar negeri dengan harga yang lebih bersaing. Roy juga meminta pemberlakuan PPh minimal 1 persen pada pendapatan/omzet kotor atas perusahaan yang berstatus rugi dapat ditangguhkan. PPh minimal ini akan menambah beban tambahan bagi berbagai sektor termasuk peritel yang mengalami kerugian sehingga memilih menutup gerai, menunda investasi, dan melakukan pemutusan hubungan kerja.