Bisnis, JAKARTA – Aset PT. First Nasution Glassware akhirnya bisa segera dijual setelah produsen gelas dan makanan berbahan kaca itu dinyataka pailit dan tidak mampu membayar utang-untangnya (insolven). Pengadilan Niaga Jakarta Pusat memerintahkan kreditur separatis kepailitan PT. First Nastional Glassware untuk segera mengeksekusi harta perusahaan produsen gelas dan makanan berbahan kaca tersebut dengan harga terbaik.

Kesempatan eksekusi harta First National Glassware (FNG) ini setelah perusahaan yang pernah menjadi salah satu produsen terbesar tempat makanan dan minuman gelas tersebut, dinyatakan pailit dan keadaan tidak mampu membayar (insolven). “Karena tagihan [verifikasi daftar piutang] sudah selesai dan tidak ada perselisihan, debitur tidak mampu keadaan membayar dan tidak ada yang diajukan lagi dari debitur. Maka berlaku 60 hari untuk kreditur separatis,” kata Abdul Kohar, hakmi pengawas dalam rapat kreditur FNG, Selasa (14/5). Telah terjadi insolvency, kata Abdul Kohar, sudah sesuai dengan pasal 178 UU No. 37/2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU).

Adapun, isi pasal tersebut pada ayat 1 jika dalam rapat pencocokan piutang tidak ditawaekan rencana perdamaian yang ditawarkan tidak diterima atau pengesahaan perdmaian ditolak berdasarkan putusan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, demi hukum harta pailit berada dalam keadaan insolvensi. Kurator FNG, Rapin Mudiardjo mengatakan, 3 kreditur separatis diberikan kesempatan selama 60 hari atau hingga 15 Juli 2019 untuk menjual sendiri jaminan harta FNG. Apabila tidak terjual selama 2 bulan tersebut, lanjutnya, maka akan menjadi kewajiban kurator menjual aset-aset FNG tesebut. “Pemegnagng jaminannya ada tiga bank PT. Bank ICBC Indonesia, PT. Bank Victoria International Tbk. dan PT. Bank Pan Indonesia Tbk. Mereka ada yang memegang tanah, bangunan (pabrik), barang-baramg inventori dan personal guarantee,” ujarnya.

Dari daftar tagihan piutang (DPT) verifikasi pailit nilai tagihan FNG melonjak dari Rp300 miliar menjadi Rp600 miliar tersebar di kreditur separatis, konkuren, dan preferen. Pemilik tagihan piutang FNG di Bank ICBC Indonesia sebanyak Rp128 miliar, Bank Victoria memegang Rp148 miliar dan Bank Panin memegang Rp35 miliar. Adapun, pemegang piutang dari preferen terdiri dari pajak dan karyawan sebanyak Rp200 miliar dan sisanya sebanyak Rp89 miliar dipegang kreditur konkuren . Pihaknya optimistis tanah dan bangunan yang menjadi jaminan FNG kepada kreditur separatis tersebut laku terjual karena lokasi tersebut berada di area industri dan pergudangan Jakarta International Estate Pulogadung (JIEP). “Di situ cocok untuk gudang, total luasan di sana saja ratusan hektare. Khusus untuk FNG ada yang luasannya 4 ha hingga 7 ha. Lokasinya sangat strategis,” kata Rapin.

Sebelum dinyatakan pailit, First National Glassware (FNG) mengajukan permohonan PKPU secara sukarela ke Pengadilan Niaga (PN) Jakarta Pusat dengan perkara No. 83/Pdt.Sus-PKPU/2018/PN.Jkt.Pst, pada tanggal 25 Mei 2018. Pengadilan memutuskan FNG PKPU karena perusahaan ini sudah tidak memproduksi lagi produk-produknya dan menyatakan memang sudah tidak mampu unuyk membayarkan utang peada kreditur. Dalam perjalanan waktu, FNG menjalani proses PKPU dan tidak bisa menawarkan proposal perdamaian yang berakibat pailit. Perusahaan yang beralamat di jalan Pulo Lentut No. 11, Kawasan Industri Pulo Gadung, Jakarta itu kemudian dinyatakan pailit oleh pengadilan, pada 14 Maret 2019.

Setelah diputuskan pailit, pengadilan mengangkat Rapin Mudiardjo dari kantor hukum Mudiardjo and Partners dan Acep Sugiana dari kantor hukum Fams and P lawyers sebagai kurator kepailitan FNG. Selain tidak beroperasi lagi, perusahaan ini juga telat memutuskan hubungan kerja para karyawannya karena FNG sudah tidak memproduksi lagi produk-produknya. Jumlah karyawan yang berhak menerima hak bundel pailit nantinya sebanyak 1.365 karyawan tersebut, sebanyak 622 karyawan telah dirumahkan atau belum berstatus Pemutusan Hubungan kerja (PHK). Sebanyak 300 karyawan berstatus Penyelisihan Hibungan Industrial (PHI) setelah diputuskan pengadilan dan berkekuatan hukum tetap. Selanjutnya, sebanyak 276 karyawan dalam proses PHI tetapi belum ada putusan PHK, dan 167 yang sejak 2015 belum mendapatkan 167 orang.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *